Rabu, 12 Desember 2012

TERAPI INHALASI RESPIRATORY

1. PENDAHULUAN
Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai. 1
Setelah sekian lama, terapi inhalasi memainkan peranan penting di dalam merawat penyakit asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di hati. 1,2
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru. 1,2
2.   DEFINISI
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi. 3
Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas sistem kardiopulmoner ke arah yang normal, seperti dengan menggunakan respirator atau alat penghasil aerosol. 4
3.   TINJAUAN ANATOMI-FISIOLOGIS SALURAN NAPAS
Untuk memahami tentang penggunaan serta farmakokinetik (terutama absorpsi dan bioavailabilitas) dan farmakodinamik obat secara inhalasi, sebelumnya kita harus memahami anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih dahulu.
Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar udara) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara bolak-balik di antara atmosfir dan jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi (dead space), akan tetapi organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai proteksi dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus nonrespiratorius. 5
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. 5
Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan terdiri dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian rongga mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea, dan bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada bronkiolus terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus respiratorius; dan epitel gepeng selapis pada duktus alveolaris dan sakus alveolaris serta alveolus. Di bawah lapisan epitel tersebut terdapat lamina propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh darah, serabut saraf dan kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos dan serabut elastin. 6
Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat dapat masuk dan bekerja pada paru-paru. Obat masuk dengan perantara udara pernapasan (mekanisme inspirasi dan ekspirasi) melalui saluran pernapasan, kemudian menempel pada epitel selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada target organ bisa berupa pembuluh darah, kelenjar dan otot polos.
Agar obat dapat sampai pada saluran napas bagian distal dan mencapai target organ, maka ukuran partikel obat harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas.
4.   TUJUAN DAN SASARAN
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan kortikosteroid. 3
5.   INDIKASI
Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis, fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket. 3
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. 2
Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD = PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan. 7 Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai 90 hari penggunaan. 8
6.   KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan. 3
7.   CARA PENGGUNAAN BERBAGAI TERAPI INHALASI
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur (MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator. 3,7
7.1. INHALER DOSIS TERUKUR
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana oleh pasien, sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma. 1,3,7
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka (ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece. 1,7
Pemakaian inhaler aerosol. Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen, lalu tutupnya dibuka à inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal ekspirasi pelan-pelan à mulut inhaler diletakan di antara kedua bibir, lalu katupkan kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-peran. Pada waktu yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya à tahan napas sampai 10 detik atau hitungan 10 kali dalam hati. Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit kemudian tergantung dosis yang diberikan oleh dokter. 1,3
Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer). Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara à mouth piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran à tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang kanester inhaler à tekan kanester sehingga obat akan masuk ke dalam spacer, kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak, lalu keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin obat sudah terhirup habis. 3
Pemakaian diskhaler. Lepaskan tutup pelindung diskhaler, pegang kedua sudut tajam, tarik sampai tombol terlihat à tekan kedua tombol dan keluarkan talam bersamaan rodanya à letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan di depan bagian mouth piece à masukan talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup sampai tegak lurus dan tutup kembali à keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan dalam, kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan. à putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan masukan kembali. 3
Pemakaian rotahaler. Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar badan rotahaler sampai terbuka à masukan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke dalam lubang epat persegi sehingga puncak rotacaps berada pada permukaan lubang à pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih di atas dan putar badan rotahaler berlawanan arah sampai maksimal untuk membuka rotacaps à keluarkan napas semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang à hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama mungkin. à lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas secara perlahan-lahan. 3
Pemakaian turbohaler. Putar dan lepas penutup turbohaler à pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan sejauh mungkin kemudian putar kembali keposisi semula sampai terdengar suara klik à hembuskan napas maksimal di luar turbohaler à letakkan mouth piece di antara gigi, rapatkan kedua bibir sehingga tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik napas dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin à sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 – 5 (tanda panah) dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang kembali tutupnya. 3
Setelah penggunaan inhaler. Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat (terutama kortikosteroid). 1
Cara mencuci. Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan menimbulkan sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat. Cusi bekar serbuk yang tertinggal di corong inhaler. Keluarkan belas obat dan basuh inhaler dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan masukan kembali ke dalam tempatnya. 1
Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong. Setiap inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh di bawah akan menerangkan bagaimana untuk menentukan kandungan obat di dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200 hisapan dan kita harus mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari kesalahan.
Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.

7.2. PENGUAPAN (NEBULIZER)

Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece dan pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer diletakan di dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus dan banyak digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah dapat digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari MDI. Kerugiannya adalah hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan sisanya terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri. 7
Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc dengan kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya digabung dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium bikarbonat. Untuk pengenceran biasanya digunakan larutan NaCl. 1,7
Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat ke dalam alat penguap sesuai dosis yang ditentukan à gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan tombol “on” pada nebulizer à jika memakai masker, maka uap yang keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat habismasker. Bila memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran aerosol ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat habis (10 – 15 menit). 3
Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain: Simple nebulizer; Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni antara 2 – 8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak dipakai di rumah sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan keperluan, sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana dihubungkan dengan gas kompresor. 7
Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator yang tinggi, sehingga dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi partikel kecil yang bervolume tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit dengan partikel yang uniform. Besarnya partikel adalah 5 mikron dan partikel dengan mudah masuk ke saluran pernapasan, sehingga dapat terjadi reaksi, seperti bronkospasme dan dispnoe. Oleh karena itu alat ini hanya dipakai secara intermiten, yakni untuk menghasilkan sputum dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang kental. 7
Antomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni antara 10 – 30 mikron. Digunakan untuk pengobatan laring, terutama pada pasien dengan intubasi trakea.7
7.3. INTERMITEN POSITIVE PRESSURE BREATHING
Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas, terutama untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan pasien-pasien yang sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat bernapas spontan. Untuk pengobatan di rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan MDI. 7
7.4. VENTILATOR
Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif dibandingkan dengan MDI. 7
8.   AEROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI
Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa faktor, yaitu: Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron. 7
Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai. 7
Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan. Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada partikel yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas. 7
Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron. Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel tersebut bergabung. 7
Sifat-sifat alamiah dari partikel. Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh. 7
Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga memeriksa faal pernapasan pada umumnya. 7
9.   OBAT/ZAT PADA TERAPI INHALASI
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol (Venolin dan Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin (Bronkosol); Steroid seperti beklometason (Ventide), triamnisolon (Azmacort), flunisolid ( Aerobid); Antikolinergik seperti atropin dan ipratropium (Atrovent); dan Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium kromolin (Intal). 7
Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling optimal. 1,7,8
10.   EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI
Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi. 7
11.   KESIMPULAN
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi. Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Seperti untuk  mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Kontra indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur (MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.
Setelah penggunaan inhaler, basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat (terutama kortikosteroid). Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa faktor, yaitu: ukuran partikel, gaya gravitasi, inersia partikel, aktivitas kinetik, sifat alamiah partikel, dan sifat dari pernapasan pasien.
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2 simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya iritasi saluran napas dan terjadinya bronkospasme serta reaksi hipersensitivitas (obat atau vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan terapi ini.

Prosedur pemasangan Infus


Definisi
Pemberian cairan obat /makanan melalui pembuluh darah vena

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:
  • Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
  • Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
  • Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
  • Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
  • Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation)
  • Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
  • Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
  • Pemberian kantong darah dan produk darah.
  • Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
  • Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
  • Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
  • Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
  • Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
  • Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Standar infus
- Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
- Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
- Bidai / alas infus
- Perlak dan torniquet
- Plester dan gunting
- Bengkok
- Sarung tangan bersih
- Kassa seteril
- Kapas alkohol dalam tempatnya
- Bethadine dalam tempatnya
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Mengisis selang infus
 Membuka plastik infus set dengan benar
 Tetap melindungi ujung selang seteril
 Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas
 Menggantung cairan infus di standar cairan infus
 Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )
 Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
 Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
 Cek adanya udara dalam selang
- Pakai sarung tangan bersih bila perlu
- Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus
- Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dipungsi
- Memilih vena yang tepat dan benar
- Memasang torniquet
- Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
- Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
- Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
- Torniquet dicabut
- Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit
- Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi
- Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
- Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut
- Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
- Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan
C. EVALUASI
- Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Selasa, 11 Desember 2012

Pengambilan sampel sputum

A. Pengertian
Sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea melalui mulut. Biasanya juga disebut dengan expectoratorian. Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus (sekret kelenjar) sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal seperti tadi, sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi. Dibatukkan, udara keluar dengan akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum.
B. Klasifikasi Sputum
Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya, karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri.
klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya :
• Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau asluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
• sputum banyak sekali&purulen → proses supuratif (eg. Abses paru)
• Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat → taanda bronkhitis/ bronkhiektasis.
• Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi.
• Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
• sputum merah muda&berbusa → tanda edema paru akut.
• Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.
• Sputum berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.
C. Pengambilan Sputum
1. Tujuan
Mendapatkan spesimen sputum yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan pewarnaan basil tahan asam
2. Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan).
3. Waktu
Diperlukan 3 kali pengambilan ssputum dalam 2 kali kunjungan, yaitu
• Sputum sewaktu (S), yaitu ketika penderita pertama kali datang
• Sputum pagi (P) , keesokan harinya ketika penderita datang lagi dengan
membawa sputum pagi (sputum pertama setelah bangun tidur)
• Sputum sewaktu (S), yaitu saat penderita tiba di laboratorium.,penderita
diminta mengeluarkan sputumnya lagi.
4. Persiapan Alat
a. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
b. Botol bersih dengan penutup
c. Hand scoon
d. Formulir dan etiket
e. Perlak
f. pengalas
g. Bengkok
h. Tissue
5. Persiapan pasien
Jelaskan pada pasien apa yang dimaksud dengan sputum agar yang
dibatukkan benar-benar merupakan sputum, bukan air liur/saliva ataupun
campuran antara sputum dan saliva. Selanjutnya, jelaskan cara mengeluarkan
sputum.

6. Prosedur Tindakan
a. Menyiapkan alat
b. Memberitahu pasien
c. Mencuci tangan
d. Mengatur posisi duduk (fowler)
e. Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok.
f. Memakai hand scoon
g. Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah disiapkan (sputum pot)
h. Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
i. Membersihkan mulut pasien
j. Merapikan pasien dan alat
k. Melepas hand scoon
l. Mencuci tangan
D. Cara Pengiriman Specimen
Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah harus disertai dengan
data/keterangan, baik mengenai kriteria spesimen maupun pasien. Ada 2 data
yang harus disertakan, yaitu:



1. Data 1:
Pot/wadah dilabel dengan menempelkan label pada dinding luar pot. Proses
direct labelling yang berisi data: nama, umur, jenis kelamin, jenis spesimen,
jenis tes yang diminta dan tanggal pengambilan.
2. Data 2:
Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis: dokter yang
mengirim, riwayat anamnesis, riwayat pemberian antibiotik terakhir(minimal
3 hari harus dihentikan sebelum pengambilan spesimen), waktu pengambilan
spesimen, dan keterangan lebih lanjut mengenai biodata pasien.

Jadi, data mengenai spesimen harus jelas: label dan formulir.
Spesimen tidak akan diterima apabila:
- Tidak dilengkapi dengan data yang sesuai.
- Jumlah yang dibutuhkan untuk pemeriksaan kurang
- Cara pengambilan tidak sesuai dengan prosedur yang ada


E. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana
kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga
bisa diambilsputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus dilakukan
sebelum pasien menyikat gigi.
Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air
yang banyak pada malam sebelum pengambilan sputum.
Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur
dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu(bila ada).
Sputum diambil dari batukkan pertama(first cough).
Cara membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam dan kuat(dengan pernafasan dada)batukkan kuat sputum
dari bronkustrakeamulutwadah penampung.
Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup(Screw
Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah
air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum.
Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus,
seperti, butir keju, darah dan unsur-unsur lain.
Bila sputum susah keluarlakukan perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat(expectorant)
200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum
pengambilan sputum.
Bila sputum juga tidak bisa didahakkan, sputum dapat diambil secara:
- Aspirasi transtracheal
- Bronchial lavage
- Lung biopsy

pemasangan NGT

Definisi NGT
Selang nasogastrik atau NGT adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga digunakan untuk mengeluarkan isi lambung.

Tujuan dan Manfaat Tindakan
Nasogastrik tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi lambung
2. Untuk memasukan cairan
3. Memudahkan diagnosa klinik melalui analisa substansi isi lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anestesi

Dokumentasi
Lakukan pencatatan terhadap hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu insersi selang
2. Warna dan jumlah cairan yang keluar
3. Ukuran dan tipe selang
4. Toleransi pasien terhadap prosedur

Komplikasi
1. Komplikasi mekanis
- Selang tersumbat
- Dislokasi selang
2. Komplikasi Pulmonal
- Aspirasi
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak tepat kedudukan selang
4. Komplikasi yang disebabkan oleh efek zat nutrisi




Indikasi
1. Pasien dengan distensi abdomen karena gas, darah atau cairan
2. Keracunan makanan atau minuman
3. pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
4. Untuk diagnosa atau analisa isi lambung
5. Persiapan operasi dengan general anestesi

Kontraindikasi
1. Pasien dengan riwayat esophageal stricture dan esophageal varises
2. Pasien dengan gatric bypass surgery
3. Pasien Koma (tanpa tindakan proteksi airway)
4. Pasien dengan maxillofacial injury atau anterior fossa skull fracture

Hasil yang diharapkan
1. Pasien tidak mempunyai keluhan mual dan muntah
2. nyeri karena distensi abdomen berkurang
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
4. Tidak terjadi aspirasi

Asuhan Keperawatan
a. Pangkajian
Pengkajian berfokus pada riwayat masalah sinus atau nasal, adanya distensi abdomen, nyeri dan muntah, ukuran NGT yang digunakan sebelumnya (jika ada)
Biodata pasien: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan diagnosa medis.
Riwayat kesehatan sekarang dan masa lalu
Kondisi kesehatan saat ini
Pemeriksaan Fisik: kesadaran umum dan tanda-tanda vital
Data penunjang: oxygen saturation dan chest x-ray


b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien denga pemasangan NGT adalah:
1. Gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan
2. Gangguan rasa nyaman ; mual dan muntah
3. Kurang pengetahuan

c. Perencanaan secara umum
Perencanaan untuk pemasangan NGT sesuai dengan tujuan dan manfaat tindakan, indikasi dan kontraindikasi. Perencanaan keperawatan bertujuan untuk menghindari beberapa komplikasi.
1. Komplikasi Mekanis
Bersihkan sonde dengan menyemprotkan air sedikitnya tiap 24 jam agar tidak terjadi sumbatan pada lumen NGT. Lekatkan sonde pada hidung pasien dengan plester tanpa menimbulkan rasa sakit dan tinggikan kepala pasien untuk menghindari dislokasi sonde.
2. Komplikasi pulmonal
Untuk menghindari aspirasi kecepatan aliran nutrisi tidak boleh terlalu tinggi, letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
Sonde sebelum dipasang harus diukur secara individual, lekatkan dengan sempurna, pastikan NGT tidak bergeser.
4. Komplikasi akibat zat nutrisi
Komplikasi metabolic hiperglikemia dan komplikasi di usus ( diare, perut terasa penuh, rasa mual terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi).

d. Evaluasi
Setelah melakukan proses keperawatan baik dari hari hasil pengkajian, diagnosa dan perencanaan pemasangan NGT perlu dikaji hasil yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Pengkajian yang terus menerus terhadap criteria hasil yang diharapkan sehingga tercapai tindakan keperawatan yang berkualitas.
1. Tidak terjadi komplikasi aspirasi, nasal irritation, epistaxis, esophagotracheal fistula sebagai dampak dari pemasangan NGT.
2. Tingkat pengetahuan pasien dan keluarga bertambah, bias diajak kerjasama dalam melakukan asuhan keperawatan secara utuh.
3. Kebutuhan pasien terpenuhi secara adekuat (nutrisi dan cairan)



Daftar Pustaka:

Boedihartono, (1994), Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta

Brooker, Christine, (2001), Kamus Saku Keperawatan Ed. 31, EGC, Jakarta

FKUI, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta

Smeltzer, Susanne, C, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8 Vol.3, EGC, Jakarta

Wikipedia.org (2009), Internet, Nasogastric_intubation

PENGAMBILAN SAMPEL PEMERIKSAAN



1. PENGAMBILAN DARAH VENA

KEGUNAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM
  1. menegakkan diagnosa
  2. memantau perjalanan penyakit
  3. penatalaksanaan pasien
  4. menentukan prognosis
  5. sebagai tes penyaring/ screning test

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN :
  1. persiapan pasien
  2. cara pengambilan darah
  3. penampung darah
  4. pengiriman darah

v  Penampung darah untuk pemeriksaan hematology :
-          gunakan tabung berisi EDTA
-          untuk pemeriksaan darah lengkap : HB, leukosit, trombosit, hemotokrit ,dll.

v  Penampung darah untuk pemeriksaan hemostasis :
-          gunakan tabung berisi antikoagulan Sitras
-          banyak darah 3 ml
-          untuk pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen

v  Penampung darah untuk pemeriksaan kimia darah serologi :
-          gunakan tabung tanpa antikoagulan
-          untuk pemeriksaan gula darah, ureum, kreatinin, SGOT/SGPT, kolesterol, HIV, tes kehamilan, narkoba, dll.

Catatan :

EDTA kurang ; darah membeku
EDTA lebih : eritrosit mengerut terlihat menjadi anemia

PERSIAPAN ALAT :

  1. tabung darah
  2. spuit + jarum
  3. kapas alkohol 70 %
  4. torniquit
  5. plester/handiplast
  6. label tabung

PELAKSANAAN :
  1. bersihkan area suntikan dengan kapas alkohol
  2. pasang torniquit tetapi jangan terlalu kencang, lalu minta pasien untuk mengepal dan membuka kepalan tangan berkali-kali hingga vena jelas terlihat
  3. pemasangan torniquit yang benar adalah ikat 7-10 cm diatas tempat yang akan ditusuk, sekitar 1 menit.
  4. regangkan kulit diatas vena dengan jari supaya vena tidak bergerak
  5. tusuk jarum dengan lubang jarum mengarah ke atas hingga masuk kedalam lumen vena
  6. kendorkan torniquit dan buka kepalan tangan lalu isap darah secukupnya
  7. taruh kapas alkohol yang diperas hingga kering diatas tusukan dan cabut jarum
  8. minta kepada pasien untuk menekan kapas tadi selama beberapa menit atau direkatkan dengan plester
  9. angkat jarum dari spuit atau jika memakai tabung vakum tusuk jarum ketutup tabung dan alirkan darah melalui dinding tabung

2. PENGAMBILAN DARAH AGD

a. Tujuan AGD:
ü  Untuk menilai tingkat keseimbangan asam basa
ü  Unrtuk mengetahui kondisi fungsi pernapasan dan kardiovaskuler
ü  Untuk menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

b. Perhatian :
ü  Diambil darah arteri
ü  Dianalisis
ü  Berisiko pendarahan dan cedera saraf
ü  Dilakukan oleh personil terlatih

c. Peralatan
ü  Spuit 2 ml dengan jarum no.22 atau no.25 (anak-anak) dan no.20 atau no.21 (dewasa)
ü  Heparin
ü  Penutup jarum (gabus)
ü  Kasa steril
ü  Cairan desinfektan
ü  Wadah berisi air

d. Pada klien sadar
1.      Menekan arteri radialis dan ulnaris pada pergelangan tangan secara bersama-sama.
2.      Mengintruksikan klien mengepal dan membuka kepalan berkali-kali sampai lengan menjadi pucat.
3.      Melepaskan tekanan pada arteri ulnaris (sambil menekan arteri radialis) dan perhatikan warna kulit kembali normal

e. Pada klien tidak sadar
  1. Menekan arteri ulnaris dan arteri radialis pada pergelangan tangan secara bersama-sama.
  2. Meninggikan tangan klien melewati batas jantung dan kepalkan tangan klien sampai telapak tangan menjadi pucat.
  3. Menurunkan tangan klien sambil menekan arteri radialis (tekanan pada arteri ulnaris dilepaskan) dan perhatikan warna kulit menjadi normal.
  4. Meraba kembali arteri radialis dan palpalis pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari tangan dan telunjuk.
  5. Mendesinfeksi kulit dan jari-jari.
  6. Jarum disuntikkan ke arteri radialis dengan sudut 45-60 derajat. Bila jarum masuk kedalam arteri darah akan keluar tanpa spuit diisap dan warna darah yang keluar merah terang.
  7. Setelah darah terisap (kira-kira 2 cc) tarik spuit dan tekan bekas tusukan arteri 5-10 menit. Bila klien mendapat heparin tekan selama 15 menit lalu tekan dengan balutan penekan.
  8. Menusukkan jarum spuit pada gabus atau karet.
  9. Meletakkan spuit pada wadah berisi es atau segera kirim ke laboratorium.
10.Mencatat set ventilator, jumlah oksigen yang didapat pada saat darah arteri diambil.
  1. Mengirim segera darah tersebut (dalam baskom berisi es) ke laboratorium.
  2. Mempalpasi nadi (sebelah distal tempat pengambilan darah), observasi tempat penyuntikan dan kaji apakah tangan dingin, kebas, tidak berasa atau ada perubahan warna.


3.Mengumpulkan Sampel Urin

Pengertian
Mengumpulkan sampel urin adalah mendapatkan urin untuk tujuan urinalisa.

Tujuan
Berdasarkan tujuan pemeriksaan, sampel urin dapat dipilih :

Urin sewaktu :
            Adalah urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan


            Tujuan :
            Untuk pemeriksaan urin : volume, makroskopi (warna, kejernihan urin) dan urin lengkap.

Urin pagi :
            Adalah urin yang pertama kali dikeluarkan pagi hari setelah bangun tidur.


            Tujuan :
            Untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein, dan test kehamilan berdasarkan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).

Urin postpradial :
            Adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 1,5-3 jam sehabis makan.

            Tujuan :
            Untuk pemeriksaan terhadap glukosuria.

Urin 24 jam:
            Adalah urin yang dikumpulkan selama 24 jam dalam botol besar yang bersih dan diberi bahan pengawet.

            Tujuan :
            Untuk menentukan kuantitas suatu zat dalam urin.

Informasi umum
1.      Urin harus diperiksa saat masih segar, maksimal 1 jam setelah sampel diperoleh.
2.      Botol penampung harus bersih dan kering. Untuk pemeriksaan bakteriologi diperlukan botol steril.
3.      Jika hendak memindahkan sampel ketempat penampungan yang lain, kocoklah dahulu agar endapan tidak tertinggal.
4.      Beri etiket/label yang jelas pada botol penampung;nama pasien, ruangan, tanggal, nomor rekam kesehatan, jenis urin dan pengawet.
5.      Pada pemeriksaan bakteriologi sampel diperoleh dengan cara ”mid stream” periksa dengan supra pubik atau dengan kateter steril.
6.      Urin biasanya digunakan untuk pemeriksaan”Creatinin Clerence” Nitrogen balance.
7.      Kandung kemih dikosongkan, urine dibuang pada saat menjelang pemeriksaan.

Petunjuk umum
o   Hanya bagian luar alat penampung yang dipegang
o   Urine ditampung dengan baik sekali urine mengalir


Petunjuk khusus :

Wanita
o   Labia dibuka selama prosedur
o   Meatus dibersihkan dengan gerakan dari depan kebelakang dan kapas pembersih satu kali pakai dibuang

Pria
o   Preputium dibuka bila yang tidak dikhitan
o   Glans penis dibersihkan dengan kasa sekali pakai buang


Persiapan Alat dan Sampel Urin

Urin rutin/lengkap :
1.      Urin bersih/urin sewaktu
2.      Botol penampung 1 buah
3.      Urinal/bedpan
4.      Tisu

Urin 24 jam :
1.      Botol penampung besar bervolume 2 liter atau lebih berisi pengawet thymol yang dapat ditutup dengan baik.
2.      Waskom besar 1 buah
3.      Spuit 2,5 cc, 1 buah
4.      Tabung darah beku, 1 buah

Urin untuk pemeriksaan bakteriologi :
1.      Urin steril 10 cc.
2.      Botol penampung steril.
3.      Sarung tangan steril.
4.      Kapas sublimat, kain kasa steril, alat ganti balutan.
5.      Bedpan/urinal, 1 buah.
6.      Bengkok sedang steril, 1 buah.
7.      Spuit 10 cc dan jarum, 1 buah.
8.      Tisu.


 Mengambil Urine Dengan Cara Midstream

Persiapan alat
§  Kapas sublimat steril
§  Sarung tangan steril
§  Bokal steril yang sudah diberi etiket (botol)
§  Bengkok
§  Perlak
§  Handuk
§  Sabun mandi
§  Pispot/pasu surungan
§  Formulir pemeriksaan

Persiapan pasien
o   Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
o   Anjurkan pasien untuk banyak minum setengah jam sebelum pengambilan urin midstream (jika pasien tidak ada batasan minum)


Langkah-langkah
a.       Perawat mencuci tangan
b.      Pasang sampiran, tutup gorden sekitar tempat tidur dan tutup pintu ruangan
c.       Ruangan cukup terang
d.      Pasang perlak dibawah bokong pasien
e.       Jika daerah genitalia sangat kotor bersihkan dengan sabun dan keringkan
f.       Pasien wanita diatas pasu surungan
g.      Cuci tangan dan pasang sarung tangan
h.      Bersihkan daerah Meatus Uretra seperti pemasangan kateter
i.        Anjurkan pasien untuk berkemih
j.        Ambil urine 30-60 cc ditengah-tengah aliran urine (pada pasien wanita labia sambil tetap terbuka) langsung kedalam bocai steril
k.      Tutup bocal urine
l.        Pasien dibiarkan untuk melanjutkan berkemih
m.    Bersihkan sisa-sisa urine yang berada diluar bocal
n.      Rapikan pasien dan beri posisi yang nyaman
o.      Perawat mencuci tangan
p.      Tulis formulir sesuai dengan jenis pemeriksaannya dan bocal diberi label
q.      Kirim segera kelaboratorium selambat-lambatnya 15 menit setelah pengambilan
r.        Tulis pada catatan perawat tanggal, waktu pengambilan dan karakteristik urine

Sikap
o   Teliti terhadap sterilitet
o   Peka terhadap privacy pasien


4. Persiapan dan Pemeriksaan Sputum Cytologi dan Biakan


Persiapan alat

Sputum Biakan
o   Botol sputum steril, 3 buah (SPS)
o   Formulir bakteriologi untuk pemeriksaan BTA

Sputum Cytologi
·         Botol sputum steril
·         Cairan untuk fiksasi
ü  Alkohol 70 %
ü  Alkohol 96 % (sesuai permintaan dokter)
ü  Formulir cytologi
ü  Object Glass

Persiapan pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

Langkah-langkah
a.       Perawat mencuci tangan
b.      Pasien disuruh berkumur
c.       Sputum diambil pada pagi hari sebelum pasien makan
d.      Menyuruh pasien untuk batuk efektif dan mengeluarkan dahak kedalam botol untuk sputum biakan
Setelah sputum dikeluarkan langsung difiksasi dionject glass dengan alkohol 70 % dan 96 %
e.       Mengirim bahan kelaboratorium

Sikap
§  Sabar
§  Teliti
§  Tidak menunjukkan rasa jijik


5. PENGAMBILAN DARAH UNTUK PEMERIKSAAN PREPARAT MALARIA/FILARIA


 Persiapan alat
ü  Vaccinostil steril
ü  2 kaca obyek kering
ü  Alkohol 70 %
ü  Bethadine 10 % / yodium 2 %
ü  Kapas suntik/lidi kapas
ü  Formulir hematologi piala ginjal

Persiapan pasien
Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan.

Langkah-langkah
ü  Mencuci tangan
ü  Mendesinfeksi ujung jari tangan yang akan ditusuk. (prioritas pemilihan jari)
ü  Menusuk ujung jari memakai Vaccinostil (posisi Vaccinostil dan kecepatan menusuk)
ü  Membuat palitan
o Menghapus tetesan darah pertama dengan kapas kering
o Menyentuhkan tetesan darah pada kaca obyek I lebih kurang 2 cm pada salah satu ujung
o Meletakkan kaca obyek diatas meja yang datar
o Tangan kiri menaqhan kaca obyek I dan tangan kanan meletakkan ujung dari kaca obyek II diatas tetesan darah
o Menggeserkan kaca obyek II ke kanan lebih kurang 1 cm sampai darah memenuhi sisi kaca obyek gelas II
o Segera mengeserkan ke depan dengan sudut 30-40 derajat, kemudian obyek gelas I dibiarkan kering.
ü  Meneteskan darah diatas obyek gelas II
o Malaria 3 tetes
o Filaria 2 tetes
ü  Menyelesaikan
o Memberi etiket
o Membereskan alat dan mengembalikan pada tempatnya
o Mencuci tangan

Sikap
Hati-hati


6. TEKNIK PENGUMPULAN FESES

Pengertian
            Suatu tindakan pengumpulan bahan feses untuk analisis laboratorium

Tujuan
            Untuk mengetahui adanya kelainan dari feses

Persiapan Alat
Ø  Botol yang telah disterilkan
Ø  Label spesimen
Ø  Lidi kapas
Ø  Sarung tangan sekali pakai
Ø  Format Laboratorium
Ø  Pispot
Ø  Baskom air hangat
Ø  Waslap
Ø  Sabun
Ø  Handuk

Prosedur Pelaksanaan
1.      Beritahu klien tujuan dan prosedur tindakan
2.      BAB ke dalam pispot
3.      Jangan mengotori pispot dgn darah haid atau urine
4.      Jangan letakan tisu dalam pispot ketika BAB akan merusak analisis laboratorium
5.      Setelah selesai BAB beritahu perawat, pasang sarung tangan, cuci daerah anus dengan air dan sabun kemudian lap dengan handuk
6.      Ambil sampel feses dengan menggunakan lidi kapas steril, masukan feses kedalam wadah yang disediakan sekitar 2,5 cm atau 15-30 ml cairan feses
7.      Beri label dan kirim ke laboratorium bersama format pemeriksaan

Perhatian
Pada bayi dan anak kecil, pengambilan sampel tidak dilakukan di toilet tetapi perawat mengambilnya dari popok atau celana anak.

 MENYIAPKAN DAN MERAWAT PASIEN PADA

a. Punksi Asites

Persiapan alat
  • Set punksi asites
  • Abocath
  • Obat desinfektan
  • Obat lokal anastesi
  • Perlak dan kain alas kecil
  • Plester
  • Tromol kassa dan korentang steril
  • Tempat penampungan cairan
  • Piala ginjal
  • K/p spuit 50 cc, set infus
  • K/p bistauri
  • Spuit 5 cc
  • Gurita
  • Meteran

Persiapan pasien
  • Memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
  • Mengisi surat persetujuan
  • Menyiapkan lingkungan pasien
  • Mengosongkan kandung kemih
  • Ukur lingkaran perut dan beri tanda pada tempat yang diukur
  • Ukur tanda-tanda vital
  • Mengatur posisi tidur pasien-fowler/duduk di kursi
  • Membuka pakaian yang menutup perut

Langkah-langkah
  • Mencuci tangan
  • Membuka set punksi
  • Mengunjukkan sarung tangan
  • Membantu desinfektan dengan yodium/bethadine kemudian alkohol
  • Membantu dalam lokal anastesi
-    Mengunjukkan spuit
-    Mengunjukkan obat anastesi
·         Menampung cairan yang keluar
·         Mengobservasi keadaan pasien
-    tanda-tanda vital
-    kesadaran
-    jumlah urin/24 jam
  • Memasang gurita setelah punksi selesai
  • Membereskan alat-alat
  • Merapihkan pasien
  • Mencuci tangan

Sikap
  • Teliti
  • Penuh perhatian


b. Punksi Lumbal

Persiapan alat
  • Set lumbal punksi
  • Korentang steril
  • Cairan desinfektan (alkohol 70 % dan yodium 2 % / bethadine 0 %)
  • Obat untuk lokal anastesi
  • Cairan Nonno dan Pandi masing-masing dalam tabung (kurang lebih 1 cc)
  • Spuit steril
  • Piala ginjal
  • Kapas lidi
  • Periak
  • Plester dan guring
  • Formulir laboratorium diisi
* Identitas pasien
* Jenis pemeriksaan
- Cellen
- Protein
- VDRL / Khan
- NaCl
- Glukosa
- Penggaris

Persiapan pasien
  • Memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
  • Menyiapkan lingkungan pasien
  • Mengosongkan kandung kemih dan kolon
  • Memeriksa fungsi muskuloskletal
  • Mengatur posisi pasien (sikap foetus)
  • Pakaian dinaikan sehingga daerah lumbal terbuka

Langkah-langkah
  • Mencuci tangan
  • Meletakkan periak kecil dibawah bagian yang akan dipunksi
  • Piala ginjal didekatkan
  • Membuka set punksi dengan menggunakan korentang steril
  • Mengunjukkan sarung tangan steril
  • Membantu desinfektan dengan mengunjukkan tufer/lidi kapas yang diberi yodium/betadine kemudian alkohol 70 %
  • Membantu dalam lokal anastesi
-    Mengunjukkan spuit
-    Mengunjukkan obat anastesi (tutup flacon telah didesinfeksi)
  • Menampung 1-2 tetes liquor kedalam tabung Nonne dan Pandi
  • Menampung liquor 1-2 tetes pada 2 botol steril
  • Bekas punksi ditutup dengan kaca steril yang telah diberi yodium/betadine dan diplester
  • Selama 3-12 jam pasien istirahat baring/sesuai instruksi dokter
  • Membereskan alat-alat
  • Memberi etiket pada masing-masing botol steril
  • Mencuci tangan
  • Bahan dan formulir dikirim ke laboratorium
  • Observasi keluhan sakit kepala, tanda-tanda vital di lokasi tusukan

Sikap
-          Hati-hati
-          Teliti
-          Peka terhadap reaksi pasien
-          Cekatan

c. Biopsi Hepar

Persiapan alat
  • Set biopsi hepar
  • Obat desinfektan
  • Betadine/odium, alkohol 70 %
  • Obat lokal anastesi
  • Piala ginjal
  • Tromol berisi kasa dan tuffer steril
  • Korentang steril
  • Plester
  • Alkohol 90 % atau formalin
  • Hasil pemerikSaan MPPP
  • Botol steril
  • Spuit 10 cc
  • Bantal pasir

Persiapan pasien
  • Menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
  • Mengisi surat persetujuan
  • Menyiapkan lingkungan
  • Ukur tanda-tanda vital
  • Mengatur  posisi tidur pasien (telentang) kepala miring ke kiri dan tangan kanan dibawah kepala

Langkah-langkah
  • Mencuci tangan
  • Membuka set steril (pembungkus luar dibuka dengan tangan)
  • Mengunjukkan sarung tangan
  • Membuka pembungkus dalam dengan menggunakan korentang
  • Membantu dalam lokal anastesi
-    Membantu desinfektan dengan yodium/betadine kemudian alkohol
-    Mengunjukkan spuit injeksi secara steril
-    Mengunjukkan obat anastesi
  • Menganjurkan pasien inspirasi dalam oxpirasi lalu tahan napas ketika akan dilakukan punksi hepar
  • Memegang pasien kuat-kuat ketika dokter memasukkan jarum
  • Memasukkan jaringan hepar ke dal botol berisi alkohol 90 % atau formalin
  • Menganjurkan pasie untuk bernapas biasa
  • Menutup luka bekas tusukan dengan kassa dan plester
  • Membaringkan pasien pasien ke arah kanan sambil memberi penekanan dengan bantal kurang lebih 4 jam
  • Mengobservasi keadaan pasien
-    Tanda-tanda vital setiap 10’-20’ sampai dengan keadaan pasien stabil
-    Perdarahan
  • Mengirim bahan formalin ke PA (laboratorium)
  • Membereskan alat-alat
  • Mencuci tangan

Sikap
  • Teliti
  • Penuh perhatian

d. Tes Fungsi Lever

Persiapan alat
ü  Formulir kimia
ü  Tabung kimia
ü  Spuit 5 cc
ü  Etiket
ü  Kapas + alkohol 70 %
ü  Piala ginjal





Persiapan pasien
Menjelaskan mengenai tindakan yang akan dilakukan

Langkah-langkah
ü  Mengisi formulir dengan
-    Identifikasi pasien
-    Melingkari
* Bilirubin total
* Protein total
* TTT
* Kunkel
* fosfatase alkalis
* SGOT
* SGPT
* Gamma GT
ü  Mengisi etiket dan menempelkan tabung
ü  Menghisap darah pasien 2-3 cc
ü  Memasukkan bahan + formulir ke lab
ü  Mencuci tangan